pengen ngopas atau ngutip isi blog ini??? izin dulu kam bray ke razakiko@yahoo.com biar makin ganteng hehe :)

"Sian Ratto Mulak tu Ratto", Pulang ke Bukittinggi Dadakan Setelah UTS


“Sian Ratto Mulak tu Ratto”, Pulang Kota Dadakan Sehabis UTS Terakhir

Pulang ke tanah kelahiran ke Kota Bukittinggi Sumatera Barat secara mendadak tanpa perencanaan yang matang ternyata membuat orang-orang di sekitarku terkejut sambil melontarkan beberapa pertanyaan untuk menjawab rasa penasarannya. Pulang dengan ALS bangku 13 membuat rasa cemas bergemuruh di hatiku, apalagi aku pernah menitip Ulos Ragi Hotang yang identik dengan upacara kematian kepada salah seorang temanku. Perjalanan ini harus menarik untuk dikisahkan dan dinikmati, tetapi di perjalanan tak begitu banyak yang menarik sehingga membuatku lebih banyak tertidur. Kepulanganku ke Bukittinggi tanpa silua (oleh-oleh) ternyata masih di sambut dengan senyum manis keluargaku di rantau ini.

Malam Persiapan Pertampuran , Hapibide Rara ^­__^

Malam itu aku terlihat agak sibuk.  Ku siapkan kopekan untuk dua mata kuliah. Teori Perubahan Sosial Budaya dan Hubungan Antar Etnis. Ternyata setelah dikopek, bahan ujian yang tadinya hampir setinggi Gunung Sinabung bisa diperkecil ukurannya menjadi satu halaman dua halaman kertas binder yang ku lipat dua. Haram bagiku untuk membuka kopekan, apalagi ini hanya UTS ces. Teman-temanku di kampus bilang UTS itu akronim dari Ujian Tidak Siap. Hahahahaha. Tapi prinsipku siap tak siap hadapilah tembokmu. Mungkin aku terlihat sedikit aneh, komat-kamit seperti membaca sebuah mantra dan memegang sebuah jimat. Ya ini memang sebuah jimat dan kidungan mantra. Mantra sukses ujian dan sukses untuk mendapakan cita-citaku. Cita-cita??? Ya anda semua benar. Aku bercita-cita untuk mendapatkan title S.Sos selama 3,5 tahun. Macam betul ja si Kiko ini bah. Mudah-mudahan itu semua terkabul TUHAN. Amoooooon.
Teng teng teng waktu telah menunjukkan jam 12 malam. Ku rangakaikan kata-kata ucapan meski tak semanis madu karena dadakan. Ku kirim melalui pesan singkat ke hpnya, ku updatekan di status Facebookku , tidak lupa pula ku kirimkan ucapan itu di Group Facebook kami, Antro Connection 09. Ini hari yang special buat sahabatku. Rahmah Ariasty atau yang akrab kami panggil Rara. Hari ini genap sudah ia berumur 19 tahun. Oh iya Rara adalah sahabatku yang paling dekat selama berkuliah di Departemen Antropologi Sosial FISIP USU. Hampir 2 tahun kami menjalin pertemanan dan insyaALLAH selamanya. Tak kan aku lepaskan sahabat sepertimu Ra. Hohohohoho. Berawal dari Inisiasi Antropologi 2009 (Mencari Makna di Tengah Realitas) persahabatan kita bermula.

Pertarungan Terakhir

Jumat, 25 Maret 2011. Ku percepat langkahku menuju ke kampus FISIP USU tercinta. Ku tapaki langkahku secepat bus patas lintas barat.  Waktu masih menunjukkan pukul 07.30 WIB waktu di hp Nokia tipe 5000 milikku. Kampus belum terlalu ramai. Ketika melintasi koridor gedung A di depan mading Antropologi ku sapa senior kami Kak Santa Simamora 08. Senyuman ramah Kak Santa seolah memberiku semangat pagi itu. Saat ku bertanya kemana kerabat-kerabat Antro Connection 09 ku? Dalam kesendirianku pagi itu ku bukak lagi kopekan-kopekanku. Ku hafal setiap kata yang ada pada lembaran jimat itu satu per satu. Suasana seperti ini sangat membantuku untuk menghafal. Aura gedung FISIP yang lengang seakan memberikan energy positif bagiku.
Kindi menghampiriku memecahkan kekhusyukanku yang tengah membaca mantra.  Tapi beruntung aku bertemu Kindi. Setidaknya kami bisa take and give tentang bahan UTS. Ini sangat membantuku dalam memperlancar hafalan dan menambah bahan yang belum ku ketahui. Berikutnya teman-temanpun berdatangan satu persatu, tapi kemana Rara? Gak  sabar rasanya jadi anak antro pertama yang mengucapkan secara langsung selamat ultah padanya.
Rara pun datang. Sambil senyam-senyum ketika ia tengah berjalan kea rah kami, langsung ku samperin dia dan bilang Hapide Rara. Langkahku memberikan ucapan diikuti oleh teman-teman yang berkumpul bersamaku.
Beberapa jam kemudian kami asyik mengerjakan soal-soal UTS Teori Perubahan Sosial Budaya. Ternyata ujian itu terasa lebih enteng kalau kita menghafal. Aku selama ini tidak pernah menghafal, hanya mengandalkan daya ingatanku yang memang menjadi kebanggaan kedua orang tuaku semenjak aku tengah bersekolah di taman kanak-kanak. Tapi mekin dewasa daya ingatanku terasa makin berkurang. Entah karna efek apa ?
Kertas ujianku sudah terisi penuh. Aku keluar dari ruangan ujian diikuti oleh Rara. Kami  pergi ke kantin membeli kue dan yang tak boleh ketinggalan adalah makan pokok kami “tempe goring etek kantin fisip usu”. Ya seenarnya Group Pencinta Tempe Goreng Etek Kantin FISIP USU ini anggotanya ada tiga orang. Hampir setiap hari kami membeli tempe si etek. Kami bertigalah yang mempromosikan tempe goreng kepada kerabat-kerabat kami 2009. Aku, Rara, dan Tety Yunita Gultom. Dulu kami bertiga selalu pergi bertiga kemanapun. Pajus (Pajak USU) yang kami juluki Plajus (Palaja USU), adalah tempat favorite yang sering kami kunjungi. Tapi seiring terbakarnya Pajus, kenangan kami bertiga seakan ikut menghilang bersama runtuhan puing-puing terakhir Pajus. Beberapa semester terakhir ini kami tak pernah lagi jalan bertiga. Meskipun demikian kalian tetap bersemayam di hatiku. Kalian lebih dari sekedar kerabat bagiku. Kembali ke laptop. Hehehe. Ku kira tadi Rara ngajak jajan buat ditraktir, eh ternyata bayar masing-masing. Hohoho. Gak apalah yang penting rasa kebersamaannya. Lagian ini tanggal tua ces. Kami habiskan makanan-makanan itu di kelas sambil menghafal. Kali ini kami benar-benar terlihat seperti mati kutu dan kehilangan kekreatifitasan. Akhirnya kami membuat ukiran-ukiran contekan di dinding dan bangku. Maklum bahannya benar-benar sulit untuk dihafalkan.
Ujian ke dua lebih terasa lebih sulit dibandingkan ujian tadi pagi. Mata kuliah yang diujikan adalah Hubungan Antar Etnis. Mata kuliah ini sebenarnya diampu oleh dosen yang sama. Kata senior-senior kami susah buat mendapatkan nilai yang bagus dengan Beliau. Tapi aku yakin bisa mendapatkan nilai bagus. Berhubung sesama keturunan darah Minang, aku yakin bapak ini tak separah apa yang dikatakan oleh senior-senior. Ku rasa bapak itu tanda kalau aku anak perbatasan (gabungan Minang dan Batak Mandailing walaupun aku tidak mengatakannya. Ini terlihat dari sudut mata sang bapak ketika tengah memandangiku. Jam 11 ujian bubar.  Fikiranku terasa enteng setelah melepaskan beban seberat puluhan ton. 

Mendapakan Bisikan  Gaib

Setiap teman-teman yang ku tanyai siang itu seperti satu suara berkata kalau mereka akan pulang kampung. Ada yang pulang kampung pada hari itu, namun ada pula yang pulang keesokan harinya. Ada yang pulang ke Aceh, Sidimpuan, Duri, Bagan Batu, Siantar, Simalungun, dll. Pokoknya anak antro 09 memang multi-etnis yang menyebar dari utara ke selatan dan barat ke timur.  Dari sekian banyak yang ku Tanya ada juga beberapa yang tidak pulang kampong karena alasan tidak ada uang dan tanggung kalu libur seminggu. Entah setan darimana yang berbisik pada diriku saat itu. Tiba-tiba ku keluarkan hp jelekku dank u kirimkan sms pada bapakku di Bukittinggi. Senang rasanya ketika Bapakku mengizinkanku untuk pulang ke tanah kelahiranku. 

Aku dan O.C.T (Odong-Odong Community Together)

Ke perpus siapa takut. Ku iyakan ajakan teman-teman O.C.T. oh iya perkenalkan ada Sentani H.E Purba, Rona Maria Girsang, Marlina Irene Hutagalung, dan Mona Helenita Situmorang. Sebenarnya masih ada lagi anggota O.C.T lain, tapi entah kemana Tripesar Jhon Tuan Panjaitan dan Azhari Ikhlas Siregar menghilang di telan bumi. Kebetulan ada buku yang hendak mereka cari. Aku ya palingan cumin OL. Oh iya yang paling penting adalah mengcopy photo-photo PKL kami di Lubuk Pakam mengenai Upacara Pangguni Uttiram, mana tau ada kesempatan membuat laporan di Bukittinggi batinku.
Ah sial rusak pulak ATM BNI Perpus ini, aku meggerutu di dalam hati. Padahal aku butuh uang untuk ongkos pulang ke Sumatera Barat. Akhirnya dikawani oleh Rona dan Sentani kami mengambil uang di ATM Birek. Lumayan jauh dan harus balik-balik lagi dan memakan waktu yang banyak. Karena setelah mengambil uang kami bermaksud untuk membeli headset di Pajus. Aku dan Rona kembali berjalan menuju Pajus melewati Sumber tanpa Sentani kerena penyakitnya sedang kumat. Dengan sempoyongan ia berjalan menuju gerbang pintu II USU. Kami pun berpisah di pintu II.
Ku minta tolong Rona untuk menelpon loket ALS. Nada bicara seseorang di ujung telepon yang agak kasar dan membuat orang menjadi emosi. Dapatlah bangku pesananku. Bangku 13. Bangku dengan nomor yang orang-orang anggap sebagai angka sial tapi bagiku angka keberuntungan karena bangku itulah yang nantinya membawaku kembali pulang ke tanah kelahiranku.

Jemput Tiket

Setelah beristirahat sebentar di kost ku, ku lanjutkan perjalanan untuk menjemput tiketku. Biarpun hujan badai langkahku tak surut sedikitpun untuk menjemput tiket. Tiket pun berhasil ku dapatkan dengan membayar sebesar Rp. 150.000. Perjalanan pulang kembali ke kostan ini membuatku agak sedikit meras pusing dan hampir mutah, mungkin karena aku belum makan siang dan  karna angkotnya terlalu ngebut. Dengan nafas yang satu-satu antara sadar dan tidak sadar ku langkahkan kaki ke Kost 18 Gang Dipanegara. Saking capeknya aku terlelap hingga malam menjelang.
Pada saat aku makan malam, ku beritahukan kakakku tentang maksud kepulanganku esok. Kak Menti terlihat agak sedikit terkejut. Memang aku tau ini bukan saatnya untuk pulang kampong. Jadwal pulang kampong ada di bulan enam. Ia hanya menitipkan salam buat bapak dan ibuku. Dia juga bilang jangan lupa makan dan membungkus bekal. 

Hari Keberangkatan

Sabtu, 26 Maret 2011. Seamat pagi hari yang ku tunggu. Jam 08.30 aku bangun setelah ku ingkari jam alaram yang telah capek bordering membangunkanku setengah jam yang lalu. Packing beberapa helai pakaian yang ku masukkan ke dalam tas kuliahku. Acara packing kali ini tanpa oleh-oleh (silua). Maklum ini pulang dadakan di tanggal tua.  Saatnya mandi sambil mencuci pakaian dalam yang telah menumpuk setengah ember. Tapi mana sabunnya? Terpaksa aku kembali ke kamar dengan terburu-buru mengambil sabun, odol, dan kawan-kawannya. Setelah itu aku makan di kamar Kak Menti dan tidak lupa menyiapkan bekal.
10.40 WIB aku berangkat meninggalkan kost pamit sama Rina, spontan dia juga terlihat agak kaget. Aku berjalan menuju gang sebelah, Gang Golf, menunggu angkot 135 di samping Minimarket Ananta. 

Motor ALS yang Multi-Etnis

Ketika aku sampai langsung saja ku laporkan tiketku ke loket keberangkatan. Bosan juga menunggu di Pull ALS ini meskipun ditemani TV. Sesekali ku lihat motor ALS yang diparkir di luar jendela kaca sambil menghitung bangkunya, ya bangku 13  berarti di situ dekat kaca pikirku. Beberapa saat kemudian terdengar suara wanita dari microphone yang mengatakan. “Penumpang ALS nomor 358 tujuan Bukittinggi-Padang harap segera memasuki bus”. Dengan semangat ku langkahkan kakiku menuju bus.
Yapz ini dia Bangku 13 yang dianggap keramat bagi sebahagian orang yang mempercayainya. Tak ada yang masalah dengan bangku 13. Biasanya aku tidak akan pernah mau selain bangku 1, 2, 3, dan 4. Biasanya aku akan mabuk kalau duduk di belakang karna kalau duduk di depan pemandangannya lepas dan harus nampakku keloknya jalan. Karena ini pulang dadakan jadi aku tidak bisa memilih bangku favorite ku.
 Gak sepenuhnya keyakinanku terhadap bangku 13 adalah bangku asyik itu benar. Saat ku tau kalau yang duduk di sampingku adalah seorang bapak-bapak latah. Kenapa aku bilang latah? itu karena di sepanjang perjalanan dia tak pernah bisa diam dan selalu menceracau sendiri. Ia mengakunya adalah alumni pertanian USU ketika berkenalan denganku. Aku memang terlihat agak sombong dan cuek dengan orang yang tidak ku kenal.
Nggak ada yang menarik untuk dikisahkan selama perjalanan. Tapi aku berusaha menikmati dan membuat perjalanan ini menarik untuk dikisahkan. Layaknya seorang antropolog yang tengah mencari kebudayaan dari sudut pandang masyarakat asli. Ku coba untuk menyatu dengan keberagaman etnis ini. Ada orang Minang, Batak Toba, Batak Mandailing-Angkola, Cewek China jelek tapi sombong yang naik di Siantar, Melayu, dll. Yang pastinya tidak ada orang yang memiliki dua kebudayaan sepertiku. Hingga matakupun terpejam tanpa dikomandoi.
Bangun-bangun kami sudah sampai di Terminal Sosor Saba Parapat, nggak sempat melihat dan menikmati keindahan Danau Toba di kala senja yang selalu ku nantikan. Suara  Oppung panggadis Kaccang Sihobuklah yang membangunkanku dari tidur lelapku. Ia menawarkan dagangannya seharga Rp. 5.000 per bungkusnya. Aku dan yang lainnya tidak ada yang membeli kecuali dua orang Batak Toba yang duduk dibelakangku.
Ku lanjutkan kembali tidurku hingga aku terbangun saat kami berhenti di Pasar Porsea dalam waktu yang cukup lama karena menaikkan barang. Aku sangat menyukaipemandangan  rumah-rumah adat Batak Toba di tengah sawah sepanjang perjalanan menelusuri kabupaten Tapanuli Utara. Dimanjakan pemandangan indah mataku kembali terpejam. Jalan  yang kami tempuh semakin buruk dan membuat aku terasa pusing dan mual. Ku keluarkan jurus minyak kayu putih sisa sebagai pertolongan pertama. Minyak kayu putih sisa ketika aku bertugas sebagai seksi kesehatan inisiasi antropologi 2010 di Parapat lalu.

Brrrr  Ngali Nai Poank, Ayok Kita Makan . . .

Jalan Lintas Pahae-Sipirok, jam 10.00 WIB akhirnya kami berhenti untuk makan malam. Dinginnya malam itu membuatku menggigil. Apalagi ketika aku ke kamar madi untuk buang air kecil dan mencuci muka. Kembali ke atas bus untuk menikmati bekalku yang hampir basi. Badanku yang tadinya menggigil perlahan kuat dan panas.  
Setengah jam beristirahat perjalanan dilanjutkan. Ada seorang wanita yang mengaku polwan kehilangan hpnya ketika ia tengah tertidur pulas tadi saat kami turun. Ia mengancam kami semua akan diperiksa di Polres Sipirok kalau tidak ada yang mengaku. Semenjak itu ku paksakan mataku untuk tetap terbuka walaupun sudah berat karena efek antimo. Siapa tau nanti ada orang yang usil memasukkan hp tersebut ke dalam tasku. Tapi mataku tak bisa di ajak kompromi dan akhirnya kembali terlelap. Untung gertakan sang polwan tidak jadi direalisasikan.

Horas Mandailing Natal

Hmmm aroma kipang dan halame. Yups kita telah sampai di Panyabungan Mandailing Natal. Aku sangat menyukai kota ini karena kehidupannya tidak jauh berbeda dengan di kampungku Pasaman Barat sana. Tapi tidak seperti biasanya aku tertidur ketika berhenti di Terminal Kota Nopan. Padahal aku sangat menantikan moment-moment pergantian hari di Madina. Aku selalu melakukan observasi kecil-kecilan tentang kehidupan masyarakat di sekitar pinggiran Batang Gadis. Tapi harus gagal karena mata yang tak bisa diajak kompromi.

Selamat Pagi Ranah Minang Rao-Panti Pasaman Timur

Matahari terlihat senyum padaku di saat tetesan embun pagi yang melekat pada kaca bus kami perlahan mulai mongering. Aku tidak boleh tidur lagi selama berada di Pasaman kampung kami. Senang rasanya melihat wajah-wajah khas dan aktifitas yang mereka lakukan di hari Minggu itu. Bus ALS kami sering berhenti untuk menurunkan penumpang. Aktifitas jual beli di Pasar Inpres Tapus  pun mulai terlihat sibuk. Saat ku perhatikan seorang anak kecil berkemeja rapi tengah berlari menuju HKBP. Ya inilah kampung kami yang multicultural, mayoritas orang Batak Mandailing-Angkola dan Minang, akan tetapi ada juga etnis lain seperti Batak Toba, Karo, Jawa, dan Melayu pastinya. Sangat menarik kalau suatu saat aku membuat sebuah etnografi atau bahkan sebuah skripsi tentang kampung kami ini.

Home Sweat Home

3 jam kemudian sampailah kami di tanah kelahiranku. Bukittinggi The Dreamland of West Sumatera. Saat bapakku menelpon kami sudah ada di Gulai Bancah atau Balaikota Bukittinggi. Sesampainya di terminal, ku lihat mobil kijang merah bapak sudah parkir di seberang jalan. Ku salam tangan beliau. Sebelum pulang ke rumah kami terlebih dahulu ke Pasar Bawah. Tak ada yang berbeda dari SMAN 1 Landbouw Bukittinggi ku, palingan cumin berubah warna catnya saja. Aku sampai di rumah yang di sambut oleh senyuman keluarga meskipun pulang tanpa membawa oleh-oleh.

4 komentar:

  1. Unknown mengatakan...

    enak ko ya...gmna kos mu..banjir gak ?

  2. Unknown mengatakan...
    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
  3. IBU RISKA mengatakan...
    Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
  4. Unknown mengatakan...

    Why casinos are rigged - Hertzaman - The Herald
    In the UK, casino games are rigged and there is evidence of fraud, crime or disorder 출장샵 or an septcasino individual's involvement. There casinosites.one are 바카라 also many https://octcasino.com/

Posting Komentar