Ayok kita demo, ajak salah seorang teman ketika diriku tengah asyik duduk di DPR (red. Di bawah Pohin Rindang) FISIP USU siang itu 19 Juni 2012. Ya pangklaiman Malaysia terhadap tarian tortor dan gordang sambilan dari Mandailing, Sumatera Utara. Aku memang berdarah Mandailing tapi sedikit pun aku tidak minat untuk mengikuti ajakan temanku. Andai dia tau aku disini duduk menunggu jadwal diskusi mengenai apa yang ia demokan. Jam 15.00 WIB aku bergerak menuju Lab Antropologi untuk berdiskusi. Aku sudah punya konsep di kepalaku bagaimana seharusnya kita menyikapi hal ini. Bermodal browsing internet malam sebelumnya kukunjungi beberapa situs terkait berita dan sejarah Mandailing Malaysia.
Oh iya awalnya aku hanya tau kalau yang diklaim adalah tarian tortor dan pada tayangan di televisi pun yang ditampilkan adalah tarian tortor dari Toba. Ooooo pantas status FB teman-temanku yang pada umumnya dari etnis Toba dari tadi heboh. Sampai kutau ternyata yang diambil adalah tortor Mandailing serta paluan Gordang Sambilannya. Aku pun sontak emosi seraya bertanya kenapa ada pengkaliman seperti itu. Iya emosiku perlahan mereda dan mulai berfikir jernih dengan mencari sumber-sumber yang akurat.
Jika kita lihat sejarah pada abad ke-19 banyak Orang Mandailing yang melakukan ekspansi ke Malaysia. Apa pun alasannya, entah karna tekanan penjajah atau ada alasan lain yang membuat mereka bermigrasi ke sana. Aku pun ingat kalau salah seorang dosenku bilang kebudayaan tersebut terletak pada mind (pola fikir). Oh wajar lah mereka rindu akan budaya leluhurnya. Karena kebudayaan itu bisa melampaui batas teritorial sekali pun.
Telusur punya telusur baik dari beberapa situs website maupun wawancara dengan temanku yang tinggal di Negeri Sembilan, Malaysia ternyata di sini tidak ada pengklaiman oleh pihak Malaysia. Orang Mandailing lah yang mengusulkan kepada pihak pemerintah Malaysia agar kebudayaan mereka bisa diangkat seperti Minang, Jawa, dsb. Kalau hanya sebatas untuk mengembangkan dan melestarikan kebudayaan harusnya kita, khususnya Mandailing boleh berbangga hati. Lagian orang Mandailing Malaysia terlihat cerdik dan lebih peduli dengan kebudayaan leluhurnya. Apablagi disokong oleh sambutan positif dari pemerintahan Malaysia. Bagaimana dengan Mandailing di Indonesia dan pemerintahannya??? Bahkan saya lihat di salah satu group FB Batak Mandailing ada suatu bentuk ketidakpercayaan terhadap pemerintah kita. Mereka memilih untuk diam dan membiarkan Mandailing Malaysia mengklaim tortor dan gordang sambilan.
Tidak mudah untuk menyatukan isi kepala orang-orang Mandailing. Kalau Orang Mandailing memilih untuk diam, lalu kenapa orang lain yang lebih bersemangat untuk melakukan perlawanan???
Pada kegiatan diskusi yang berlangsung sampai pukul 18.00 WIB itu aku hanya diam. Persepsi kita sama dan kalian sudah mewakilkanku untuk bicara. Mandailing Malaysia boleh melestarikan kebudayaan nenek moyangnya asakan jangan ada pengklaiman ini hak milik Malaysia. Ketika kita disentil dengan isu-isu seperti ini baru semua merasa panas, akan tetapi hendaknya kita harus memperkuat rasa kepedulian kita akan kebudayaan yang kita miliki.
0 komentar: